Pages

Monday, September 16, 2013

Ethnography Marketing ala Mahanagari



Alhamdulillah sejak pindah ke kota impian saya dan isteri, kota Bandung, juga bergabung dengan keluarga Creasionbrand, saya jadi punya seminar mingguan dalam program yang bernama BizzDate "Sharing BIZZnis samabil Ngedate". Topik yang diangkat dalam Bizzdate secara umum membahas tentang dunia bisnis dan entrepreneur. Para peserta yang ikut program ini beragam, dari business owner, mahasiswa, karyawan, sampai ada siswa SMA. Para pembicaranya pun tidak kalah beragam, dimulai dari konsultan Creasionbrand dan Dixgital, ada juga pembicara diluar yang secara umum mereka adalah business owner, praktisi, dan juga dosen.

Bizzdate kemarin adalah yang ke 32 dan pembicaranya adalah Kang Ben Wirawan yang merupakan pemilik dari merek baju lokal Bandung dengan nama Mahanagari . Setelah dipresentasikan sejarah, konsep, produk, promosi dari Mahanagari saya jadi teringat kembali akan konsep marketing Ethnography yang cukup punya pengaruh besar terhadap karir saya selama ini (thanks to Ibu Amalia Maulana). Saya akan paparkan pandangan saya tentang bagaimana Mahanagari sukses dengan Ethnography Marketing di tangan lulusan desain produk ITB ini.

Sekilas orang-orang akan menganggap bahwa kesuksesan Manahagari ditentukan oleh desain baju yang unik, lucu, kreatif dan juga kekuatan kolaborasi para desainer di belakangnya. Anggapan tersebut sah-sah saja karena memang betul adanya. Namun, kalo ditelisik lebih dalam sebenernya kekuatan dari Mahanagari adalah tentang bagaimana memahami hubungan kota Bandung dan orang Bandung yang sudah dibangun ratusan tahun lamanya sejak kota Bandung lahir. Tentu hubungan yang saya maksud adalah culture (budaya) yang melekat di masing-masing orang yang lahir atau tinggal di Bandung.

Berbicara soal budaya, saya hubungkan pada teori Symbolic Interactionism karya George Herbert Mead dan Herbert Blumer, yang banyak menjelaskan tentang bagaimana konsep tentang diri kita , masyrakat dan hubungan keduanya dilahirkan melalui interaksi sosial. Bandung bagi warga Bandung tidak melulu tentang sebuah tempat yang mereka tempati, tapi juga sebuah cerita, kesehariaan, persaudaraan, kebiasaan, percakapan, perjuangan, kehidupan dan budaya. Pemahaman ini yang dimanfaatkan oleh Mahanagari untuk bisa menampilkan unique selling pointnya kepada konsumen. Saya beri contoh nyata, ide-ide desain baju seperti:



Coba perhatikan desain baju tersebut. Coba lempar ke masyarakat di luar Jawa Barat, coba lempar ke kota-kota di Sumatera atau Kalimantan, saya jamin mereka tidak paham apa arti dari desain ini. Selain menjadi salah satu desain Mahanagari favorit saya, desain ini merupakan pemahaman linguistik dari percakapan keseharian orang Bandung, ya orang Bandung tidak mengenal huruf F atau V, yang mereka kenal hanyalah huruf P. Waktu saya baru tinggal di Bandung beberapa hari, saya berkenalan dengan seseorang. "Siapa A namanya?" saya tanya, lalu dia jawab "Pahmi", "Huh?" "Oooh Fahmi", butuh waktu beberapa detik untuk saya menyadari kebiasaan ini. Di lain sisi, ini juga jadi kebangaan dari warga Bandung akan identitasnya menjadi bagian dari kota Bandung atau suku Sunda secara umum. Di dalam komunikasi dikenal istilah Impression Management, yang menyebutkan tentang bagaimana seseorang memiliki strategi untuk menyampaikan identitas dirinya kepada orang lain atau masyarakat. Saya rasa ini juga yang cukup dimanfaatkan oleh pengusaha yang besar di Bandung ini.

Kemudian ada lagi sebuah produk desain yang saya yakin merupakan representasi dari kekecewaan atau kegelisahan dari para fans PERSIB yang notabene klub kesayanganya masih belum bisa menunjukan performa yang maksimal di liga sepakbola Indonesia. Hal ini diungkapkan dengan sesuatu yang bisa dibilang cukup nyinyir tapi tetap dalam kaidah yang santun, sopan, dan juga tidak kalah menghibur dibandingkan dengan desain yang lain. Seperti ini bentuknya:




Apa pendapat anda? Bisa jadi ini adalah bentuk pengharapan dari warga Bandung yang sangat haus kepada kemenangan sampai-sampai diimpikan akan memenangkan laga kontra Manchester United. Atau bisa juga berupa sindiran tentang performa dari PERSIB yang tidak kunjung membaik. Apapun itu pasti desain ini punya cerita yang sangat melekat di pikiran dan hati warga Bandung. Masih banyak lagi sebenarnnya desain-desain Mahanagari yang orang-orang Marketing bilang sangat insightful dengan target marketnya. Walau begitu saya cukupkan dua contoh desain tersebut sebagai contoh nyata bagaimana Manahagari memanfaatkan teknik Ethnography Marketing untuk merebut hati konsumennya. 

Kembali ke konsep awal tentang Ethnography Marketing, buat teman-teman yang penasaran tentang apa itu Ethnography Marketing, saya jelaskan bahwa teknik marketing tersebut diadopsi dari ilmu Anthropology dengan penjurusan Social Anthropology. Di penjurusan tersebut terkenal istilah Ethnography dimana membahas tentang bagaimana memahami budaya di dalam sebuah masyarakat. Budaya disini dapat dilihat dari sistem bahasa yang digunakan, aktifitas keseharian, dan juga tradisi-tradisi yang melekat di sebuah masyarakat. Pemahaman Ethnography cukup berbeda dengan pendekatan marketing konvensional yang banyak menggunakan pendekatan angka (kuantitatif) untuk memahami keinginan dan kebutuhan konsumen. Di dalam Ethnography, si periset banyak menggunakan cerita untuk menjelaskan perilaku konsumen dan sering kali menggunakan participant observation dimana si periset terjun langsung ke dalam lingkungan dari responden yang ingin diriset. Nah, hal ini yang dimanfaatkan pula oleh Kang Ben sebagai orang asli Bandung yang tentunya sudah memahami seluk beluk kehidupan warga Bandung.


Potensi kedepan bisa lebih banyak lagi pengusaha-pengusaha lokal yang menjadi Local Hero bila benar-benar serius mengadopsi teknik Ethnography ini dan bisa memberikan produk yang localized, yg disukai dan juga menjadi kebanggan bagi para konsumennya. Anda berani mencoba?